TUGAS
PERILAKU KONSUMEN
BAB
X
“
Pengaruh Kebudayaan Terhadap Pembelian Dan Konsumsi ”
DI SUSUN OLEH :
FIFI ELLIN (12210769)
Kelas : 3EA13
Universitas Gunadarma Kalimalang
Fakultas Ekonomi Manajemen S1
1.
Pengertian
Kebudayaan
Faktor budaya merupakan suatu yang paling memiliki pengaruh paling
luas pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan
oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling
mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya adalah suatu cara
hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian,bangunan,
dan karya seni. Bahasa, sebagaimana
juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan .
Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar
dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya
dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami
dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu
saja.
Misalnya kebiasaan kita sehari – hari adalah mandi tiap hari 2
kali dalam sehari, otomatis didalam kebiasaan kita mandi tersebut kita
membutuhkan banyak perabotan dan alat – alat untuk membersihkan diri seperti
sabun, sikat gigi, dan lain – lain. Lain halnya jika ada beberapa golongan yang
jarang mandi, mereka tidak terbiasa untuk menerima kebiasaan kita mandi setiap
hari, oleh karena itu, konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi
terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang
mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata
budaya mereka sendiri.
Tradisi (Bahasa Latin: traditio,
"diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang
paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,
biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atauagama yang sama. Hal
yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting dari
tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih
berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu bulan
Ramadhan, yang selalu berhubungan dengan ketupat, mudik, kurma.
2.
Seseorang Menemukan Nilai- Nilai yang di Anut
Nilai sosial adalah nilai yang
dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu
dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses
menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut
masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang
lain terdapat perbedaan tata nilai
Ciri-ciri pembentukan nilai-nilai
sosial yang di anut
- Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi
antarwarga masyarakat.
- Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan
lahir).
- Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
- Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan sosial manusia.
- Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lain.
- Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
- Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
- Cenderung berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai
sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah
daging (internalized value).
Nilai dominan adalah nilai yang
dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu
nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
- Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh,
sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih
baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
- Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota
masyarakat.
- Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan
nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang
kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
- Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan
nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan
kebanggaan atau prestise tersendiri.
Nilai mendarah daging (internalized
value)
Nilai mendarah daging adalah nilai
yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang
melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah
sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil.
Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa
sangat bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi
nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak
bertanggung jawab. Demikian pula, guru yang
melihat siswanya gagal dalam ujian
akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi
sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan
perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup
seseorang dalam masyarakat. Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu:
- Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
fisik/jasmani seseorang.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang mendukung
aktivitas seseorang.
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna
bagi jiwa/psikis seseorang.
3.
Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut
Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau
ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya
dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut
Loudon dan Della Bitta (1993)
adalah proses pengambilan keputusan
dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu
dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan
jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995)
consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan
tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
3.1. Model perilaku konsumen
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan
perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk
menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli,
bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar:
Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang
dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan
memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang
berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
3.2. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen.
Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan
kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan
perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku
yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga
penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang
lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik
untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok
nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak
subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang
produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama
dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya
mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan
oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi
pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
3.2.1. Pengaruh Budaya Yang Tidak
Disadari
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan
memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam
memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat
mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan
otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja.
Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab,
“ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah berupa
jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita.
Barulah ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya,
nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari bahwa
budaya telah membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi
terhadap budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang
berbeda. Misalnya, di budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua
kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan
yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya
menggosok gigi dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan
bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang
mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata
budaya mereka sendiri.
3.2.2. Pengaruh Budaya dapat
Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya
dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan
masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan
fisiologis, personal dan sosial. Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan
peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus
dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan.
Begitu juga hal yang sama yang akan
dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi makanan olahan dan suatu obat.
3.2.3. Pengaruh Budaya dapat
Dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan
seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan
yang kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat
dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalnya ketika orang
dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya yang lebih
muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya seorang anak belajar dengan
meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di televisi. Begitu juga dalam
dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara pembelajaran
secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat. Misalnya
dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai suatu produk dan
pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti biasanya iklan sebuah
produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu produk yang dapat
menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan itu tidak hanya
mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu
produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai
keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.
3.2.4. Pengaruh Budaya yang Berupa
Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian
langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan
terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari
lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting
dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih
berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang
selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi misalnya
pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara
tersebut.
4.
Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi
yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan
antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan
distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga
(permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam
permintaan dari D1 ke D2 bersama dengan peningkatan harga
dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan
(equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
5.
Dampak Nilai- Nilai Inti Terhadap Pemasar
5.1. Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan
manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak
kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya
fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi
diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari
masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa
yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
5.2. Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual
dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan
memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan
yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin
luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga
dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi
kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak
meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi
keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan
lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan
gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
4.3. Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut,
akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat
yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan
menusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan
untuk membelinya.
6. Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya
perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut
termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan
perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada
dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara
dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon
dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang
memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
7. Perubahan Institusi
6.1. Variasi nilai perubahan dalam
nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam
hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi
nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang
tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai
pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat
menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman
dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan
promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang
individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk
individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim,
persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
6.2. Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada,
New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang,
India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah
faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar
pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan
nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang
lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang
lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif
dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema
yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif
dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
6.3. Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum
muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan
kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi
dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua
memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini
berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif
bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang
mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi
budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang
mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat
bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus
menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya
didalamnya.
6.4. Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu
keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang
dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang
terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri
apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa
pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak.
Seperti contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya
dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih
memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga
para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua
atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi
oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal
yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti
diskusi keluarga diantara mereka.
Contoh Kasus :
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR –
Pelestarian terhadap seni budaya batik menjadi salah kaprah. Masalahnya,
seluruh siswa SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli
seragam batik. Kewajiban ini berlaku bagi siswa baru maupun siswa lama saat
orangtua mengambil rapot kenaikan kelas.
Koleksi seragam sekolah bertambah.
Siswa SMP, misalnya, selain memiliki seragam putih-biru dan Pramuka, kini bertambah
seragam batik. Demikian dengan siswa SMA/SMK. Selain seragam putih-abu-abu dan
Pramuka, kini juga bertambah seragam batik.
Ini yang dipersoalkan orangtua di
sana. Mereka bukan saja mempermasalahkan cara ”paksaan” yang dilakukan pihak
sekolah. Tapi, soal harga yang terlalu tinggi.
”Masak seragam batik printing
harganya Rp 179 ribu per potong,” tutur salah seorang walisiswa kepada Republika.
Walisiswa dari sebuah SMPN di Jaten,
Karangnyar, ini merasa keberatan dengan model pungutan seperti ini. Masalahnya,
siswa setiap ajaran baru itu wajib membeli seragam reguler dan seragam
olahraga.
Menurutnya, banyak orangtua yang
memprotes. Tapi, mereka tak dapat berbuat banyak. ”kebijakan seragam batik
sebagai identitas sekolah. Mau tidak mau, siswa harus membeli,” katanya.
Siswa SMAN I Karanganyar mewajibkan
membeli seragam batik lewat koperasi sekolah. Orangtua disodori belangko
pembelian seragam batik senilai Rp 179 ribu. Ini diberikan saat orangtua
mengambil rapor. Dalam blangko disebutkan, orangtua bisa membayar batik saat
mengambil rapor. Atau setelah libur sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://gilangjaelani.blogspot.com/2011/10/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Supply-demand-right-shift-demand.svg&filetimestamp=20090629160839
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/06/26/lndgx2-demi-alasan-pelestarian-budaya-siswa-dipaksa-beli-seragam-batik-rp-179-ribu
SUMBER :